BI Perkirakan Ekonomi Global Tahun Depan Anjlok, Hanya Cina yang Cerah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan kondisi perekonomian dunia pada tahun depan akan merosot drastis ketimbang tahun ini. Pada 2023, ekonomi sejumlah negara menurun kecuali Cina.
Perry mencontohkan ekonomi Amerika Serikat tumbuh sekitar 2,1 persen pada 2022. Namun tahun depan, pertumbuhan itu merosot hanya 1,5 persen. Demikian juga negara-negara di kawasan Eropa, yang tahun ini akan tumbuh 2,1 tahun, sedangkan tahun depan hanya 1,2 persen.
“Sementara Tiongkok (Cina) tahun ini 3,2 persen, tahun depan menjadi 4,6 persen. Itulah perkiraan BI mengenai ekonomi global,” ujar Perry saat konferensi secara virtual, Kamis, 22 September 2022.
Dengan catatan ini, Perry mengatakan, pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan pada akhir tahun nanti masih bisa bertahap di posisi 2,8 persen. Namun, untuk tahun depan, pertumbuhannya akan turun menjadi 2,7 persen. Bahkan ada beberap risiko turun lebih dalam ke posisi 2,6 persen.
Perry melanjutkan, risiko turunnya pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan disebabkan oleh terganggunya mata rantai pasokan global. Kondisi tersebut dipengaruhi ketegangan geopolitik, kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta fenomena gelombang panas di beberapa negara.
“Penurunan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih besar pada 2023 terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok, bahkan disertai dengan risiko resesi di sejumlah negara maju,” kata Perry.
Pada tahun itu, volume perdagangan dunia diprediksi tetap lemah. Di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi pasokan meningkat sehingga mendorong melonjaknya harga energi. Tekanan inflasi global pun semakin tinggi.
“Masih terjadinya disrupsi atau gangguan mata rantai pasokan global, kebijakan proteksionisme di berbagai negara, berlanjutnya ketegangan politik, heat wave, maupn respons kebijakan suku bung yang agresif di AS maupun sejumlah negara,” kata Perry.
Kendati begitu, Perry optimisitis pertumbuhan ekonomi 2022 bisa mencapai 4,5-5,3 persen. Pada kuartal III 2022, pertumbuhan ekonomi juga masih bisa mencapai 5,5 persen.
“Konsumsi swasta sangat kuat bisa tumbuh sekitar 6 persen, lebih tinggi dari kaurtal sebelumnya. Mobilisasi sangat tinggi sehingga ekonomi kita di kuartal III kemungkinan bisa mencapai 5,5 persen dan itu tentu saja kekuatan permintaan domestik cukup kuat,” ujarnya.
Rupiah Masih Loyo di Tengah Kenaikan Suku Bunga, Ini Kata Ekonomi
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan kebijakan suku bunga agresif yang ditunjukkan Bank Indonesia kemarin tidak serta-merta mempengaruhi sentimen pelaku pasar keuangan terhadap pasar keuangan domestik. Kemarin, BI mengerek suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin.
“Suku bunganya lebih tinggi dari ekspektasi pasar sedemikian berpotensi mendukung penguatan rupiah terbatas. Namun, di sisi lainnya, terdapat potensi yield SUN meningkat terbatas,” kata Josua saat dihubungi, Jumat, 23 September 2022.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih lesu di atas Rp 15 ribu per dolar Amerika pada akhir pekan ini. Di pasar spot hingga pukul 10.26 WIB, rupiah masih bertengger di level Rp 15.025 per dolar, melemah tipis sekitar 0,01 persen dari penutupan perdagangan kemarin Rp 15.023 per dolar Amerika.
Menurut beritague Josua, investor tidak semata-mata mempertimbangkan nominal spread dari kebijakan suku bunga acuan atau spread dari nominal imbal hasil (yield) obligasi. Investor akan mempertimbangkan juga real yield dan real policy rate. Dengan kata lain, mereka melihat seberapa efektif kenaikan suku bunga dapat cepat mengendalikan inflasi.
“Investor pada akhirnya juga mempertimbangkan kredibilitas dari suku bunga bank sentral untuk meredam inflasi. Dan mempertimbangkan peringkat utang pemerintah Indonesia yang investment grade dan dengan kondisi fundamental saat ini yang solid,” ujar Josua.
Karena itu, momentum pertumbuhan ekonomi masih bisa terjaga di tengah kenaikan suku bunga. Ini yang menjadi pertimbangan dari investor untuk terus masuk ke pasar keuangan domestik.
“Jadi kesimpulannya, spread dari nominal yield dan spread policy rate bukanlah satu-satunya indikator yang dipertimbangkan oleh investor,” ucap warassehat.com.
Dengan policy mix moneter dan fiskal yang ditujukan untuk mengelola stabilitas perekonomian, kebijakan ini diharapkan dapat tetap mendorong daya tarik investasi ke pasar keuangan domestik. Sehingga, foreign capital flow yang mendukung perekonomian domestik bakal dapat terdorong untuk masuk.
Meski demikian, Josua menganggap kebijakan agresif bank sentral Amerika Serikat untuk menaikkan Fed Fund Rate hingga ke level 4,5 persen akan berdampak ke dalam negeri. BI diperkirakan bakal menaikkan suku bunga acuannya terus hingga level 5-5,25 persen sampai akhir tahun.
“Dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupuah yang pada akhirnya mendukung kondisi pasar SBN agar tidak makin melemah,” kata dia.
Selain itu, kebijakan operation-twist dari BI menjaga daya tarif pasar keuangan Indonesia. Kebijakan yang sudah mulai dilaksanakan sejak Agustus lalu itu membatasi kenaikan yield tenor jangka panjang serta mendorong daya tarik SUN dengan tenor jangka pendek.
Kemudian, upaya pemerintah menjaga defisit APBN 2022 agar lebih rendah dari 4 persen terhadap PDB untuk mengarahkan defisit APBN 2023 maksimal 3 persen terhadap PDB pun akan turut mendorong daya tarik investor. Apalagi, sebagian negara lain masih diliput isu tingginya rasio utang dan defisit fiskal.
“Dari beberapa faktor tersebut, maka pergerakan yield 10 tahun hingga akhir tahun diperkirakan akan berkisar 7-7,5 persen,” kata Josua.